Hukum Menggugurkan Kandungan (Aborsi)
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
Wahai Muslimah !, ALLAH Ta’ala telah menciptakan makhluk di dalam rahimmu melalui kehamilan sebagai amanat syar’i bagimu dan merupakan sunnatullah. Untuk itu janganlah kamu tutup-tutupi amanat tersebut, sebagaiman firman-Nya :
“Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat.” [Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat : 228]
Janganlah kamu mencari alasan untuk menggugurkan kandunganmu dan menghindar darinya dengan cara apapun, karena ALLAH Ta’ala memberikan
keringanan padamu dengan berbuka di bulan Ramadhan bilamana puasa itu
menyusahkan dirimu atau puasa itu dapat membahayakan kehamilanmu.
Sungguh, perbuatan aborsi (menggugurkan kandungan) tidak asing lagi di
zaman ini. Padahal perbuatan ini adalah perbuatan yang diharamkan.
Apabila
ruh (nyawa) telah ditiupkan ke dalam kandungan (janin) itu kemudian
mati karena aborsi, maka hal itu merupakan pembunuhan yang diharamkan
oleh ALLAH Ta’ala dan termasuk pembunuhan jiwa tanpa hak. Ini
termasuk dalam rangkaian Hukum Pertanggungjawaban Pidana, pihak yang
telah melakukan pembunuhan berkewajiban membayar diyat sesuai perincian ketentuan yang ada.
Menurut sebagaian imam, seseorang yang membunuh (janin) berkewajiban membayar kafarat
yaitu dengan memerdekakan budak (perempuan) yang mukmin, jika tidak
mendapatkannya maka berpuasa selama 2 bulan berturut-turut. Sebab
sebagian ulama menyamakan perbuatan ini dengan al-ma’udatu ash-shughra (bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup).
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Rahimahullahu Ta’ala berkata di dalam Majmu Al-Fatawa
(11/151) : “ Adapun usaha untuk menggugurkan kandungan, maka hal itu
tidak boleh, karena belum ada hak kematiannya. Namun jika ia sudah pasti
mati, maka diperbolehkan.”
Di
dalam keputusan Majelis Ulama Besar No. 140, tanggal 20-6-1407 H tentang
permasalahan pengguguran kandungan (aborsi) disebutkan :
1.
Tidak boleh menggugurkan kandungan dalam berbagai usia, kecuali ada
sebab (alasan) syar’i yang dibenarkan dan dengan ketentuan yang sangat ketat sekali.
2. Apabila usia kandungan berada di masa pertama yaitu 40 hari, sedang penggugurannya adalah maslahah syar’iyyah
atau untuk mencegah bahaya, maka diperbolehkan menggugurkannya. Namun
pengguguran pada masa sekarang karena (alasan) takut akan kesulitan
dalam mendidik anak, atau takut akan kelemahan (kekurangan) dalam
memenuhi kebutuhan hidup dan mengasuhnya, atau karena berkaitan dengan
masa depan mereka, atau karena tidak ada kesanggupan bagi suami-istri
untuk mencukupi kebutuhan hidup anak-anaknya, maka hal-hal tersebut tidak diperbolehkan (dijadikan sebagai illat /alasan,-pent.)
3. Tidak diperbolehkan menggugurkan kandungan, walaupun kandungan itu baru berbentuk ‘alaqah (segumpal darah) atau mudhghoh
(segumpal daging), sampai diputuskan oleh tim dokter yang dipercaya
bahwa kelanjutannya akan membahayakan, seperti bila diteruskan
mengakibatkan kematian bagi sang ibu, maka boleh menggugurkan kandungan,
itupun setelah mencari berbagai cara untuk menghindari bahaya tersebut.
4.
Setelah masa ketiga dan telah sempurna 4 bulan usia kandungan, tidak
diperbolehkan penggugurannya sampai diputuskan oleh tim dokter spesialis
yang dipercaya, bahwa adanya janin di dalam perut ibunya akan
menyebabkan kematian (ibunya) dan hal itu setelah berupaya mencari berbagai cara untuk menyelamatkan hidupnya. Maka keringanan dalam mendahulukan pengguguran dengan syarat-syarat ini adalah mencegah yang lebih besar dari dua bahaya dan menghimpun yang lebih besar dari dua maslahat.
Diharapkan tim dokter yang ada-dalam setiap keputusannya-
agar berlandaskan (wasiat) takwa kepada ALLAH dan berkeyakinan bahwa
ALLAH-lah yang Maha Benar dan semoga shalawat dan salam ALLAH limpahkan
atas Nabi kita Muhammad, keluarga dan shahabatnya.
Dijelaskan di dalam Risalatu Ad-Dima’i Ath-Thabi’iyah lin-Nisa’ (Risalah Darah-darah Alami bagi Wanita) karya Fadhilatus Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin :
“Apabila
yang dimaksudkan pengguguran janin ini adalah penghilangannya, maka
jika dilakukan setelah ruh (nyawa) ditiupkan ke dalamnya adalah haram tanpa keraguan, sebab termasuk pembunuhan jiwa tanpa hak. Dan pembunuhan jiwa yang diharamkan adalah haram menurut Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma ‘Ulama.” [Lihat hal.60. dari risalah tersebut]
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauzi berkata di dalam kita Ahkamu An-Nisaa’ (halaman. 108-109) pada judul Nikah adalah Upaya untuk Melestarikan Keturunan :
“Dan
tidak setiap air (yang memancar, pent.) menjadi anak, maka apabila
bertemu (kawin) telah sampailah pada apa yang dimaksud. Sedangkan
keyakinan terhadap pengguguran adalah bertentangan dengan maksud tujuannya.
Apabila aborsi dilakukan di awal kehamilan –yakni sebelum ruh (nyawa) ditiupkan ke dalam (janin) tersebut- adalah dosa besar.
Karena ia akan menginjak pada tahap penyempurnaan yang kemudian
berlanjut kepada penyelesaian , kecuali bahwa hal tersebut lebih kecil
dosa besarnya daripada yang telah ditiupkan ruh (nyawa) ke dalamnya.
Maka keyakinan pengguguran terhadap janin yang telah ada ruh di dalamnya
adalah sama seperti pembunuhan terhadap seorang mukmin. Dan ALLAH Ta’ala telah berfirman :
“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa Apakah Dia dibunuh.”[Al-Qur’an surat At-Takwir ayat : 8-9]
Hadits Ibnu Mas’ud
radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم يكون علقة مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك…)
“
Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan ciptaannya didalam
perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk sperma,kemudian
menjadi segumpal darah dalam waktu yang sama,kemudian menjadi sekerat
daging dalam waktu yang sama pula….”
Kesimpulan makna dari hadits diatas adalah ; Allah
subhanahu wata’ala mengumpulkan
penciptaan dalam waktu empat puluh hari,termasuk didalamnya penciptaan
dan pembentukan.Hanya saja hal itu tersembunyi ( tidak terlihat ).