Eramuslim.com | Media Islam Rujukan,
Oleh: Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi
BULAN Ramadhan adalah momentum bagi umat
manusia melatih dirinya mengendalikan hawa nafsu. Hawa nafsu adalah
kecenderungan jiwa kepada sesuatu baik itu berupa kebaikan atau
keburukan. Setiap ayat Al Qur’an yang menyebutkan tentang hawa nafsu
selalu dalam bentuk pencelaan di samping mengingatkan agar kita tidak
mengikuti dan cenderung kepadanya. Di sinilah kita ditempa oleh Allah
Shubhanahu Wata’ala di bulan yang suci. Bulan di mana setiap orang
beriman dituntut untuk mendahulukan kewajibannya dengan mengendalikan
hawa nafsunya.
Salah satu ibrah menahan hawa nafsu itu dapat kita petik
dari seorang ulama dan sastrawan kenamaan asal Mesir. Dialah Sayyid
Quthb. Kisah menahan hawa nafsu dari penulis tafsir Fi Zhilalil Qur’an
ini dimulai saat ia menuju Amerika Serikat. Ia menumpang sebuah kapal
laut dari Mesir menuju benua Amerika dalam rangka melakukan tugas
penelitian. Kisah ini tertuang dalam buku "Amarieeka Minaddaghili",
karangan Dr. Abdul Sholah Fatah Al Kholidi yang menulis secara khusus
pengalaman Sayyid Quthb di negeri Paman Sam.
Al Kholidi menulis bahwa Sayyid Quthb yang baru saja
ditolak cinta oleh pujaan hatinya (calon istri), harus mengalami ujian
silih berganti. Cobaan untuknya pertama kali terjadi ketika seorang
wanita cantik tiba-tiba mengajaknya berhubungan seksual di sebuah kamar
kapal. Hal itu terjadi tidak lama setelah Sayyid Quthb memasuki kamarnya
untuk istirahat.
Saat itu suara seorang perempuan terdengar mengetuk pintu
kamarnya. Sayyid Quthb lalu membukanya. Tak disangka, ternyata di
hadapannya telah berdiri seorang wanita setengah telanjang dengan gaya
merangsang. Sang wanita itu menyapa Sayyid lewat bahasa Inggris,
"Bolehkah saya menjadi tamu tuan malam ini?"
Sayyid terperangah. Ia hampir saja kalap. Ia sadar sedang
diuji oleh Allah, karena Sayyid sudah bertekad menyerahkan seluruh jiwa
dan raganya hanya untuk Islam. “Saya bermaksud menjadi orang kedua,
yakni orang Islam yang loyal dan kukuh, dan Allah berkehendak menguji
saya: apakah maksud dan niat saya ini benar, atau hanya sekedar bisikan
hati saja?” gumam Sayyid membatin.
Namun bukan Sayyid Quthb namanya jika tidak tahu bahwa
inilah ‘jawaban’ yang diberikan oleh Allah ketika ia betul-betul
berjanji ingin memperbaiki diri. Ia lekas mengangkat kepalanya, lalu
menolak rayuan wanita itu secara halus. Namun, wanita itu bergeming.
Melihat kondisi tidak berubah ke arah lebih baik, Sayyid mengatakan, “Di
kamar hanya ada satu tempat tidur, maaf.”
Mendengar jawaban Sayyid, wanita itu semakin mendesak
untuk masuk. Ia bak singa lapar ingin menerkam mangsanya lewat tampilan
sensual penuh godaan. Pada titik itulah, Sayyid bersikap lebih tegas.
Lewat iman yang teguh, ia mengusir sang wanita menjauh dari kamar.
Begitu lulus dari ujian yang pertama, Sayyid Quthb
segeramengucap: “Alhamdulillah, saya merasa bangga dan bahagia, karena
saya telah berhasil memerangi hawa nafsu. Dengan demikian nafsu itu
berjalan di atas jalan tekad yang saya tentukan.”
Wanita itulah senjata pertama yang dirancang Amerika
untuk menggoda dan meruntuhkan iman Sayyid. Namun, Allah lebih
mengetahui ketetapan jalan yang beliau pilih, yakni jalan Allah, jalan
keimanan, jalan cahaya Rabbani yang terang menyala-nyala hingga Allah
memberinya taufik dan pertolongan dalam memenangkan ujian hawa nafsu
itu.
Tarbiyah Sejati
Namun bukan Amerika namanya jika masih belum jera
memasukkan tiap muslim ke lubang galiannya. Mereka kembali memperalat
seorang gadis guna menaklukan iman Sayyid. Dari satu universitas ke
universitas lain, mereka setia menguntit setibanya Sayyid di Amerika dan
mulai meneliti berbagai kampus di sana hingga datang seorang wanita
yang berdebat dengannya tentang perlunya free sex di Institut Keguruan
di Colorado dan Galersi.
Wanita itu menjelasakan tentang indahnya kehidupan seks
di Amerika. Ia menawarkan Sayyid untuk tidak ragu mencicipinya. Sayyid
sadar, ia kembali diuji. Namun lagi-lagi, cobaan itu kembali berhasil
dilaluinya. Ia bergeming dan tidak tergoda sedikitpun atas tawaran sang
gadis.
Sudah selesaikah ujian untuk Sayyid? Ternyata tidak.
Cobaan ketiga datang dari seorang pegawai hotel yang dengan promosi
cabulnya menawarkan wanita-wanita cantik. Kembali, Sayyid Quthb hanya
tersenyum dan menolak tawaran hina itu.
Bayangkan itu semua terjadi di tengah kondisi negara
bebas seperti Amerika dan dalam kondisi Sayyid sedang rindu akan sosok
pendamping. Tak sedikit pemuda Muslim yang hanya dalam waktu satu hingga
dua bulan terjebak atas tawaran memikat dari pesona sensual Amerika.
Inilah hasil dari tarbiyah sejati dari Sayyid Quthb yang sejak kecil
telah dididik oleh ibunya lewat untaian rabbani.
Ujian itu terus silih berganti dayang. Kali ini seorang
pemuda Arab yang mencoba mempengaruhi Sayyid dengan ceritanya tentang
pergaulan bebas yang dilakukannya dengan wanita-wanita Amerika.
Pemuda itu menceritakan bak setan tengah mempengaruhi
manusia untuk menjajal perilaku tercela, walau hanya sedetik berselimut
syahwat jelata. Lagi-lagi, Sayyid bersyukur. Ia mengucapkan
alhamdulillah, betapa Allah amat sayang kepadanya. Godaan demi godaan
mampu ia tepis lewat sebongkah cahaya Iman yang terpatri dalam hati.
Ada pula seorang perawat yang menceritakan
kelebihan-kelebihan yang didamba oleh setiap laki-laki. Juga upaya
seorang mahasiswi untuk menghapus rasa jijik pada pikiran beliau
terhadap hubungan seksual yang kotor. Ia menganggap bahwa hubungan
seksual tidak lebih dari praktek hubungan biologis yang tidak ada alasan
bagi manusia untuk mencelanya, baik dari segi etika maupun lainnya.
Sekali lagi, iman Sayyid sangat tebal. Itulah kunci ia mampu menjadi
pria sejati walaupun hingga akhir hayat ia tidak beristri. Kebathilan
demi kebathilan tersebut, tak mampu menghanyutkannya kepada dunia.
Subhanallah.
Itulah Sayyid Quthb yang kelak sepulangnya dari Amerika,
beliau bergabung dengan barisan gerakan Al Ikhwan al Muslim dan
disebut-sebut sebagai ideolog kedua Ikhwan sekaligus mujahid yang
tercecer darah syuhada dalam hidupnya. Semoga Allah memberikan
menempatkannya bersama kafilah Syuhada di jannah Allahuta’ala. Allahuma Aamiin.